Buruh DIY Tuntut Perumahan Murah dan UMS
Wakil
ketua KSPSI DIY Kirnadi
(kanan) memberikan keterangan soal tuntutan
buruh dan rencana aksi May Day 2018 di sekretariat KSPSI DIY Jalan Anggajaya, Condongcatur,
Depok, Sleman, DIY, Minggu (29/4/2018)
SEMBADA.ID - Para buruh dan pekerja DIY yang tergabung dalam konfenderasi serikat pekerja seluruh Indonesia (KSPSI) DIY menuntut
pemerintah setempat menyediakan perumahan murah dan upah minimum sektoral (UMS)
bagi mereka. Tuntutan ini bukan tanpa alasan. Selain rata-rata para buruh belum
memiliki rumah juga lantaran upah yang mereka dapatkan juga rendah. Padahal harga tanah maupun rumah di DIY sangat mahal, sehingga dengan
upah yang mereka terima tidak memungkinkan
untuk membeli rumah tersebut.
“Itulah
tuntutan
yang akan kami sampaikan
saat May Day, 1 Mei nanti,” kata wakil ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Konfenderasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Kirnadi soal
rencana May Day di sekretariat DPD KSPSI DIY Jalan Anggajaya, Condongcatur, Depok,
Sleman, DIY, Minggu (29/4/2018).
Kirnadi
menjelaskan adanya perumahan murah bagi buruh ini penting, sebab tanpa adamya penyediaan rumah murah atau
yang terjangkau jelas para buruh
tidak bisa memenuhi kebutuhan papan. Ini lantaran dengan upah buruh di
bawah Rp2 juta hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, itupun pas-pasan.
“Karena
itu, selain rumah murah, kami juga menuntut upah minumun sektoral (UMS),” paparnya.
Menurut
Kirnadi, alasan lain tuntutan adanya UMS ini, karena di DIY ada beberapa sektor
pekerjaan yang mestinya tidak dipukul rata dengan upah minumun kabupaten kota (UMK) maupun upah minimun propinsi (UMP). Sebab sektor-sektor itu memang dari produktivitas
dan penghasilan berbeda dengan UMK. Sehingga dengan fakta-fakta tersebut, UMS
lebih besar antara 5-10% dibandingkan
dengan UMK.
“Secara
umum di DIY ini ada lima sektor yang bisa masuk UMS, yaitu sektor sandang,
kulit, hotel dan restoran, rokok dan manufaktor. Hanya saja, pembuat kebijakan
dalam hal ini Pemda DIY belum ada niatan untuk menerapkan UMS ini. Untuk itu,
terus akan memperjuangkan adanya regulasi UMS dan perumahan murah bagi buruh,” tandasnya.
Perwakilan
DPC KSPSI Bantul Patra Jatmika adanya upah yang rendah di DIY juga berkorelasi dengan tingkat
ketimpagan antara warga kaya dan miskin.
Dimana angka rasio gininya 0,432, indek ini paling tinggi di Indonesia,
termasuk untuk warga miskin mencapai 13,02% dari jumlah penduduk DIY 48 ribu
jiwa. Tingkat kemiskinan ini juga cukup
tinggi dibandingkan dengan prosentase pendudukan miskin nasional 10.96%.
“Ini
menunjukkan pemda DIY telah gagal dalam mewujudkan hak konstitusional dan hak
buruh di DIY, yaitu mendapatkan pekerjaaan dan penghidupan yang layak,” tambahnya.
Untuk
itu, selain menuntut adanya UMS dan perumahan murah, juga meminta agar ada sultan ground dan paku alaman ground (SG dan
PAG) yang dapat dikelola oleh para buruh, sebagai tambahan pendapatan mereka.
Dengan begitu, tentunya mendorong peningkatan kesejahteraan warga DIY. Sehingga terus akan mengingatkan kepada pemda
DIY agar dalam membuat kebijakan selalu berpihak kepada masyarakat bukan
sebaliknya.
“Hasil
survei layak hidup di DIY pada tahun 2017,
harusnya upah buruh di atas Rp2 juta.
Dimana untuk Sleman dan Yogyakarta Rp2,9 juta, Bantul Rp2,7 juta,
Kulonprogo Rp2,5 juta dan Gunungkidul Rp2,3 juta. Tetapi kenyataannya dengan
alasan pengusaha tidak sanggup untuk memenuhi tuntutan itu, rata-rata upah di
DIY di bawah Rp2 juta.” Ungkapnya.
0 Response to "Buruh DIY Tuntut Perumahan Murah dan UMS "
Posting Komentar