Bahasa Tansi Sawahlunto jadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia


Elsa Putri Ermisah Syarif,  pakar bahasa Tansi saat menjadi pembicara kunci pada  Sarasehan Kebudayaan dengan tema “Bahasa Tansi: Warisan Budaya Tak Benda Dunia” di ruang Multimedia I lantai 3 Gedung Pusat UGM,  Kamis (8/11/2018)


SEMBADA.ID -   Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta  menggelar Sarasehan Kebudayaan dengan tema “Bahasa Tansi: Warisan Budaya Tak Benda Dunia” di ruang Multimedia I lantai 3 Gedung Pusat UGM,  Kamis (8/11/2018)

Sarasehan bahasa Tansi yang telah diakui menjadi warisan budaya dunial itu menampilkan keynote speaker  Elsa Putri Ermisah Syarif,  pakar bahasa Tansi yang juga penulis kamus bahasa Tansi Sawahlunto dan buku ‘Menggali Bara Menemu Bahasa’.  Sarasehan itu juga menghadirkan pembicara Nirwan A Arsuka, founder Pusaka Bergerak dan  dosem UGM. Suhandano dengan moderator Aprinus Salam.

Bahasa Tansi diketahui sebagai bahasa kreol atau buruh pertama di Indonesia yang lahir dari latar belakang perburuhan dan berada di pedalaman. Bahasa tansi juga membuka katup kemungkinan bahwa bahasa kreol di Indonesia bagian barat tidak identik dengan latar belakang perniagaan dan berada di wilayah pesisiran.

Elsa Putri Ermisah Syarif dalam pemaparannya mengatakan bahasa Tansi sebagai  bahasa kreol memiliki tiga krarakterustik, takni mixture, recuced dan kondifikasi yang kendur. Mixture merupakan bahasa campuran dari berbagai bahasa tambang, bahasa Minangkabau, Jawa, Cina, Sunda, Madura, Bali, Bugis, Batal, Belanda dan Melayu sebagai bahasa dasar.

“Rduced merupakan penggalan-penggalan dari bahasa asal yang bercamapyr menjadi bahasa Tansi. Sedangkan  kodifikasi yang kendur bermakna mudah berubah,” papar Elsa, seperti dilansir sindonews.

Menurut Elsa dengan latar belakang perkebunan menjadikan bahasa Tansi  menjadi bahasa  kreol  pertama di Indonesia  sekaligus membuka katup kemungkinan bahwa bahasa kreol di wilayah Indonesia bagian barat tidak hanya identik dengan latar belakang perniagaan serta berada di wilayah pesisir.

“Bahasa Tansi ini secara langsung menyanggah penerimaan kebahsaan selama ini. di sumatera barat hanya ada tiga bahasa, yaitu Minangkabau, Mentawai dan Mandailing,” teragnya.

Elsa menjelaskan lahirnya bahasa Tansi sebagai bahasa keempat di Sumater Barat tidak lahir dan berada dalam latar identitas kesukuan. Identitasnya terikat pada latar belakang dunia buruh kontrak dan buruh paksa zaman Kolonial.

“Penetapan bahasa Tansi sebagai warisan budaya takbenda dunia ini bukan hanya pengakuan terhadap eksistensi bahasa Tansi. Namun juga penerimaan pada sejarah ruang hidup yang telah membentuk lahirnya bahasa Tansi,”  tandasnya.

Staf Pusat Kebudayaan UGM,  Arum Ngesti Palupi menambahkan  sarasehan tersebut selain  untuk mengenal bahasa Tansi,  juga untuk  mendiskusikan proses terbentuk dan penemuan bahasa Tansi sebagai bentuk bahasa kreol buruh pertama di Indonesia.

“Sarasehan dapat menjadi landasan pijak untuk menempatkan warisan budaya takbenda di posisi yang lebih strategis untuk menguatkan potensi kebudayaan di Indonesia,”  jelasnya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bahasa Tansi Sawahlunto jadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia"

Posting Komentar