Minimalisir Dampak Likuifaksi Gempa Perlu Rekayasa Keamanan Dini



Prof Paulus Pramono Rahardjo dari Universitas Parahyangan memberikan kuliah umum Likuifaksi dan Kegempaan di auditorium Lt 3  Gedung Kahar Mudzakir, FTSP UII, Senin (27/1/2020).

SEMBADA.ID-Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII)Yogyakarta menggelar kualiah umum Likuifaksi (tanah bergerak) dan Kegempaan di auditorium Lt 3  Gedung Kahar Mudzakir, FTSP UII, Senin (27/1/2020).

Kuliah Umum menghadirkan Prof Paulus Pramono Rahardjo dari Universitas Parahyangan dan Prof Widodo Pawirodikromo dari FTSP UII.  Kuliah Umum diikuti mahasiswa UII, dosen dan mahasiswa perguruan tinggi lain, serta pegawai instansi pemerintah.

Wakil Dekan FTSP UII, Kasam mengatakan saat gempa bumi di Aceh tahun 2004, masyarakat awam belum banyak membahas tentang likuifaksi. Namun pada gempa bumi di Palu, likuifaki menjadi perhatian masyarakat karena banyak memakan korban material dan jiwa.

“Tidak hanya bangunan, tetapi tanah, bangunan dan penghuninya menjadi bubur,” kata Kasam saat membuka kuliah umum itu.

Kasam menilai, Kuliah Umum ini merupakan diskusi yang sangat berharga. Ia berharap agar ditemukan rekayasa kegempaan dan ikutannya.

“Suatu hal perlu sekali dikembangkan terus dan ketika akan terjadi gempa sudah siap dengan rekayasa. Sehingga keamananan dapat diantasipasi se awal mungkin,” tandas Kasam

Prof Paulus Pramono Rahardjo menjelaskan berdasarkan hasil penelitian, potensi likuifaksi terjadi pada gempa yang berkekuatan lebih dari 5 magnitudo. Ada beberapa jenis likuifaksi mulai dari tidak mengakibatkan kerusakan hingga meluluhlantakan wilayah beserta bangunan dan penghuninya.

Likuifaksi terjadi akibat di dalam tanah wilayah yang terkena gempa ada sumber air. Air membuat kerusakan pada tanah dan bangunan di atasnya, selanjutnya, air mengalir menuju ke tempat yang rendah.

“Akibatnya, infrastruktur di atasnya berlipat-lipat,” kata Paulus.

Untuk menekan jumlah korban, kata Paulus, perlu dilakukan mitigasi agar likuifaksi tidak banyak memakan korban jiwa. Hal yang menjadi dasar mitigasi adalah historical criteria (sejarah), geological criteria (geologi), compositional criteria, dan state criteria (kepadatan penduduk).

Prof Widodo Prawirodikromo mengatakan, gempa Bantul tahun 2006 juga terjadi likuifaksi di Parangtritis. Namun likuifaksi itu terjadi di persawahan yang ditandai dengan memancar air dari tanah di persawahan.

“Ada seorang petani yang saya wawancarai, dia melihat air yang muncrat dari tanah ke atas. Dia melihat likuifaksi itu sambil menggembala kambing. Sehingga terjadi eksodus dari selatan ke utara. Masyarakat menilai itu tanda kiamat,” paparnya. (sbd).



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Minimalisir Dampak Likuifaksi Gempa Perlu Rekayasa Keamanan Dini"

Posting Komentar